Konspirasi Jomblo. Sebuah rubrik yang gue buat sejak 2012 (10 tahun lalu, karena postingan kali ini dibuat tahun 2022). Berawal dari keresahan pribadi akan budaya pacaran yang merebak di masyarakat luas. Gue akui bahwa gue juga pernah pacaran saat duduk di sekolah menengah pertama. Cinta monyet, orang biasa sebut begitu. Dan berangkat dari pengalaman pacaran itulah bisa dibilang gue "trauma" dengan pacaran. Bukan karena hati yang teriiris atau dicampakan, tapi justru gue merasa mencampakan hal yang lebih penting dari segalanya saat gue pacaran. Gue merasa jauh dari Allah. Dan darisana gue sadar, betapa mengerikannya pacaran.
Gue gak akan terlalu panjang lebar membahas kengerian pacaran lagi karena itu sudah terbahas di banyak postingan sebelumnya di blog ini. Tapi kali ini gue ingin berbagi pengalaman baru yang sepertinya bisa dianggap tujuan dari apa yang selama ini gue perjuangkan saat menjomblo.
"Jodoh"
Tidak pernah ada yang tahu siapa jodoh kita. Bahkan tidak ada yang tahu juga lebih dekat jodoh atau maut untuk kita. Karena ketidaktahuan inilah, kita pasti bersusahpayah agar mendapat yang terbaik.
"Allahumma innii as aluka zaujatan hasanatan jamiilatan kaamilatan wa tsabbit qalbahaa iimaanan bika bi rasuulika fid dunya wal akhirati"
Artinya: Ya Allah, aku memohon kepada-Mu istri yang baik, cantik, dan sempurna. Dan tetapkanlah iman pada hatinya karena-Mu dan rasul-Mu di dunia dan akhirat.
Sebuah do'a yang sangat merepresentasikan keinginan setiap laki-laki jomblo. Tapi terkadang apa yang kita inginkan bukan selalu yang kita butuhkan. Allah yang lebih tahu, maka biarkanlah takdir dari Allah berjalan dengan tanpa lupa kita berikhtiar tiada henti.
Perjalanan mencari jodoh gue sangatlah berliku. Perasaan ingin mulai serius ke jenjang pernikahan gue berawal dari tahun 2017 ketika timbul perasaan, "Apalagi yang gue tunggu buat nikah?" Rasanya kala itu gue seperti "si paling siap buat nikah" dan yang kurang dari gue saat itu adalah calon istri, justru yang gak ada malah yang paling utama dari pernikahan itu sendiri.
Research, istilah yang gue pakai saat mulai mencari siapa yang kemungkinan bisa menjadi calon istri yang gue harapkan. Mulai dari temen sekolah dulu, temen kerja, temen dari online, temennya temen, semua gue perhitungkan dengan teliti. Dijodohin sama temen, mencoba CLBK ke gebetan zaman sekolah, deketin yang sehobi, semua hal yang memungkinkan gue biar dapet jodoh dilakukan sampai titik dimana penolakan menjadi kebiasaan baru, gue terhenti, dan menunggu dengan tenang.
Saat tenang itu hadir, saat itulah gue sadar. Apa yang gue cari gak akan pernah ketemu. Karena yang gue cari adalah yang gue harapkan. Bukan yang bener-bener gue butuhkan. Mungkin penolakan itu adalah rasa sayang dari Allah agar gue bisa mendapatkan yang gue butuhkan, bukan sekedar gue harapkan.
Dan saat itulah gue mengenal seorang wanita luar biasa. Jujur gue adalah tipikal orang yang mudah ilfil. Terutama kalau lawan bicara gak ngerti topik yang gue bahas, dan lebih parah kalau dia nanya balik dengan pertanyaan yang gak layak dijawab, auto minggat. Lalu gue bertemu wanita yang saat pertama kali gue ngobrol sama dia, bukan sekedar dia paham dengan topiknya, tapi bahkan dia merevisi apa yang lagi gue bahas. Impresi pertama gue saat itu udah langsung, "Dia yang gue butuhkan!"
Dari pertemuan pertama itu gue mulai tertarik untuk kenal dia lebih jauh. Kita lebih sering meluangkan waktu buat sekedar ketemu dan ngobrol. Saking gue merasa nyaman sama dia, gue sampe lupa kalau kita belum ada hubungan apapun. Temen gue yang baru kenal dia juga merasa kalau gue sekarang ada 2, semacam ini argumennya, "Gue ngobrol sama dia kayak ngobrol sama lo. Satu aja gue pusing sekarang malah ada 2 lagi!"
Setelah beberapa bulan kenal dan merasa yakin kalau dia yang gue butuhkan, tanpa memperhitungkan lokasi, waktu, kondisi yang romantis, gue langsung bilang, "Tahun depan nikah yuk," di perjalanan ketika anter dia pulang naek motor, dan dia cuman jawab, "Bilang ke Bapak dulu aja ya." Lalu jalanan Cigombong-Cipaku lewat jalur Cihideung saat itu entah kenapa penuh gemerlap lampu rumah di samping jalan, yang gue malah merasa itu terlalu indah buat sekedar jalan yang biasa kita lalui kemarin-kemarin. Kita jadi canggung, dan gue berjanji buat bilang ke Bapak dia di akhir pekan depan.
Bapak dia adalah orang yang sangat baik. Bicaranya penuh lemah lembut. Orang Pekalongan yang kata kakak ipar gue adalah orang yang "Nrimo" atau menerima. Hari itu gue beranikan diri untuk memenuhi janji, dan bilang, "Pak, Saya ingin serius sama anak Bapak," lalu Bapaknya tersenyum dan membalas, "Alhamdulillah."
Lalu berselang beberapa waktu gue datang dengan keluarga inti untuk silaturahim, dan berlanjut dengan keluarga besar untuk lamaran. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Dan pernikahan akan dilangsungkan pada hari Jum'at 22 Juli 2022 untuk akad, dan Sabtu 23 Juli 2022 untuk resepsi. Hari istimewa yang selalu gue nantikan. Dimana nantinya gue dan dia akan dikeluarkan dari kartu keluarga dan bergabung di kartu keluarga baru, juga status di KTP bukan lagi "belum kawin", bahkan orangtua yang awalnya ada 2 sekarang jadi 4, adik gue jadi bertambah 2, adik dia jadi nambah 1, dan akhirnya dia punya kakak bahkan langsung dapet 2 teteh.
Dia kadang suka nanya, "Kamu gak takut nanti pas akad?"
"Aku gak takut sih," balas gue
Lalu Dia sedikit mencari ribut (kalau gak ribut gak seru katanya), "Kok gak takut sih? Harusnya takut! Kan pertama kali."
Gue cuman bisa bilang, "Yang Aku takutin bukan saat akad, atau resepsi. Tapi Aku lebih takut gak bisa jadi suami yang Kamu harapkan kedepannya."
"Aku juga takut kalau itu," balas dia.
"Kita sama-sama belajar supaya semakin lebih baik aja kedepannya ya."
Daritadi gue cuman sebut "dia" aja ya. Perkenalkan istri gue bernama Lily Maziah. Satu kalimat untuk istri gue tercinta, sama seperti judul postingan kali ini:
Dan terakhir, sedikit catatan untuk "aku padamu" yang gue dapet dari hasil ngaji (biar gak hilang), semoga bermanfaat hehe...
1. Salat sunnah lailatul zifaf, 2 rakaat dengan niat:
"Usholli sunnatan lailataz zifafi rok’ataini lillahi ta’ala"
Artinya: Saya shalat sunnah malam pengantin dua rakaat karena Allah Ta’ala.
2. Saat masuk kamar, suami mengucap:
"Assalamu'alaikum ya babar rohmah"
3. Dan istri menjawab:
"Wa'alaikumus salam ya sayyidal amin"
4. Ta'awudz saat memulai.
5. Lalu membaca do'a ini saat klimaks:
اَللّهُـــمَّ اجْعَــلْ نُطْفَتَــنَا ذُرّ ِيَّةً طَيِّــبَةً
"Allahummaj'alnuthfatanaa dzurriyyatan thayyibah"
Artinya: Ya Allah jadikanlah nutfah kami ini menjadi keturunan yang baik (saleh).