Minggu, 23 Februari 2014

Teman

Mereka yang ada di sekitar kita. Mereka yang selalu bikin kita seneng, atau mungkin sedih. Mereka yang gue juga bingung cara jelasinnya gimana. Mereka disebut teman.

Friendship!

Satu hal yang membuat teman itu terasa beda, "Mereka nggak asing". Mungkin cuman lewat teman kita bisa ngobrol bebas, berbagi canda tawa, mencurahkan isi hati, dan lain-lain. Karena, nggak mungkin kita melakukan hal-hal itu sama orang asing yang nggak kita kenal. Masa tiba-tiba di jalan nepuk pundak orang asing terus bilang, "Eh, gue lagi galau nih, gue baru putus sama pacar gue", kan itu nggak etis.

Makanya, teman adalah sebuah ornamen kehidupan yang membuat kita menjadi lebih dari sekedar hidup. Dengan hadirnya mereka, kita bisa hidup dengan lebih hidup (bingung juga). Tanpa mereka, gue nggak tau bakal jadi apa hidup ini. Sendirian? Dikelilingi orang asing? Terdengar menyeramkan menurut gue.

Walau kadang teman itu nyebelin, rese, dan bikin kesel. Tapi, terlalu banyak hal yang bisa mereka buat, yang membuat kita bisa tersenyum.
Untukmu temanku.
Terima kasih atas waktu luangmu, waktu luang kita, yang kita habiskan bersama. Ketika kita bercengkrama, dan waktu berlalu tanpa terduga, kurasa itu hal yang hanya mampu kau lakukan, bukan yang lain. Tertawa, bahagia, bermuram, sedih, itu semua hal yang begitu klise untuk kita lewatkan. Dan semua hal itu akan selalu bermakna jika bersamamu. Teman, kau adalah harapan. Harapan untuk melangkah ke depan.
So, ini postingan yang lumayan lebay menurut gue. Tapi, lebay adalah cara yang tepat untuk menjelaskan apa itu teman. Sayangi teman kalian!

Sabtu, 22 Februari 2014

Ketika Jomblo Menjadi Kebutuhan

Remaja zaman sekarang pasti selalu beranggapan orang jomblo itu ngenes, pacaran itu bahagia. Sebuah hal yang nyebelin menurut gue. Tiba-tiba ngedoktrin tanpa alasan jelas. Motivasinya apa coba? Emang ada gitu parameter bahagia dijidat tiap orang, kalau pacaran parameternya penuh, kalau jomblo parameternya minus? Nggak ada coy.

Gue pacaran, dan gue bahagia.

Ini gue yang aneh atau gimana yak... Tapi gue selalu beranggapan jomblo itu lebih baik, entahlah. Semua berawal ketika gue pacaran dulu. Pas SMP gue pernah pacaran, sekali-kalinya. Kala itu gue emang ngerasa pacaran itu indah banget. Seakan-akan gue hidup di film fiksi romantis gitu. Gue pangerannya, pacar gue putrinya.

Tapi tiba-tiba gue tersadar. Hidup gue terlampau berubah. Tingkat galau meningkat. Nilai sekolah rusak. Mungkin ini karena gue berlebihan. Makanya, gue selalu nyalahin "Pacaran". Apa gue salah karena nyalahin pacaran? Gue rasa nggak. Sehebat apapun orang yang bisa mengorganisir dalam berpacaran, pasti akan ada masanya mereka galau, pasti. Dan itu negatif banget, karena galau ketika pacaran itu beda. Setiap saat pasti kepikiran, iya kan? Soalnya hubungan asmaranya terus jalan. Kecuali yang pacarannya cuman maen-maen, itu lebih kampret.

Makanya, sekarang gue jomblo dan menjomblokan temen-temen gue. Dulu gue sempet beranggapan kalau pacaran itu sebenernya harus dilakoni oleh mereka yang udah bisa bertanggung jawab, dalam arti udah ada backup masa depan (mapan). Minimal udah kerja, bisa nyari duit sendiri, dan nggak nyusahin orang tua lagi. Dan gue bikin argumen, "Gue bakalan pacaran pas udah kerja".

Dan sekarang, gue udah kerja. Tapi argumen gue malah berubah, "Makan aja susah, apalagi pacaran". Gue harus mapan semapan mapannya. Dan nggak perlu pacaran kalau udah mapan, PDKT, kenali doi sedetailnya, lalu lamar. Itu yang selalu gue rencanain. Karena step "Pacaran" itu emang nggak ada gunanya.

Gue bukan lagi jomblo karena kondisi nggak ada yang mau jadian sama gue, atau karena belum bisa nyari duit, tapi gue jomblo karena kebutuhan gue. Kenapa gue butuh? Karena dengan nggak pacaran, gue jadi bisa lebih fokus buat mapan dulu. Dengan jadi jomblo, gue jadi bisa nilai banyak orang tanpa cuman menspesialkan satu orang. Karena kelak, ketika udah mapan dan gue nyari calon isteri, pasti pertimbangannya banyak. Makanya gue nyari referensi sebanyak-banyaknya. Karena, walau emang jodoh itu di tangan Tuhan, tapi kita harus tetep nyari supaya dapet yang terbaik.

So, pesan gue sih, nggak usah pacaran deh. Karena emang nggak ada manfaatnya. Postingan kali ini emang cuman pendapat karena pengalaman pribadi gue doang. Tapi, alasan kenapa harus jomblo ada di segmen Konspirasi Jomblo kok, lo bisa baca beberapa alasannya. Selamat mencari calon masa depan!

Minggu, 16 Februari 2014

Nyarinya Susah, Ngabisinnya Gampang

Kalau kita pengen beli sesuatu, belinya pake apa? Duit, tepat banget. Duit adalah benda cerdas yang manusia temukan untuk mempermudah jual-beli. Zaman dulu ketika belum ada duit, manusia biasanya barter, atau tukeran barang. Misal gue nuker celana dalem bekas gue sama handphone, dan lain-lain.

Duit adalah benda yang sangat diidam-idamkan semua orang (kayaknya). Tanpa duit, maka kita miskin. Kalau miskin, maka kita sengsara. Semua orang nggak ada yang mau sengsara. Ada yang bilang kebahagiaan nggak bisa dibeli pake duit. Emang sih, tapi duit bisa beli sesuatu yang membuat kita bahagia kan? Nggak bisa dipungkiri kalau duit itu luar biasa berpengaruh dalam kebahagiaan.

Duit oh duit.

Zaman sekarang, apa-apa duit. Makan, naek angkot, beli baju, bahkan kencing, kita harus bayar. Mungkin kelak bernafas aja bayar. Duit, duit, everywhere.

Satu yang bikin duit krusial adalah, "Nyarinya Susah, Ngabisinnya Gampang". Ini asli true banget. Nyari duit itu susah, bahkan orang-orang bilang sampe harus banting tulang. Walau kalau dilakukan secara harfiah, banting-banting tulang sama sekali nggak menghasilkan duit, kurang kerjaan amat.

Tapi, buat ngabisin duit itu gampang banget. Ketika kita punya banyak duit, biasanya bakal kalap. Pengen ini-itu tanpa batas. Lihat benda yang bagus langsung pengen beli. Lalu seketika duit-duit itu lenyap, dan lo mendadak miskin lagi.

Boros adalah penyakit duit. Mungkin ngabisin duit itu rasanya nikmat banget, apalagi cewe yang notabenenya suka belanja. Tapi, buat apa kenikmatannya itu? Tidak bermanfaat coy.

Coba buat lebih efisien menghabiskan duit. Lebih hemat. Duit banyak kalau dihabisin terus ya lama-lama pasti habis. Beli sesuatu itu dilihat dari manfaatnya, jangan cuman buat gaya-gayaan.

So, karena gue bingung mau nulis apa lagi. Gue juga ngerasa postingan gue yang satu ini sedikit agak aneh. Gue nulisnya aja sambil bengong. Entahlah...

Sabtu, 15 Februari 2014

Kendala Jomblo #4

Gue sebagai jomblo kadang merasa nggak enak. Bukan karena gue nggak punya pacar, itu sih biasa aja, lagian yang punya pacar juga banyak yang stress. Gue sangat menyesalkan oknum-oknum yang suka menghina jomblo (gue sebut oknum karena nggak semua orang menghina jomblo). Apa motivasi mereka coba? Aneh, hih.

Aneh (?)

Beberapa hal yang sering mereka lontarkan untuk menghina jomblo:

Lo jomblo? Nggak laku lo!

Ini asli bodoh banget. Pertama, emang jomblo dijual? Nggak kan? Jomblo bukan barang yang dijual, apalagi dijual di bazar. Gue jomblo, gue nggak dijual, dan karena alasan itulah gue nggak nggak laku, logis kan? Lagian, kalau gue beneran dijual, nggak ada satupun yang mampu beli gue, kemahalan coy.

Om, truk aja gandengan, masa om nggak?

Ini hal bodoh lainnya. Manusia disamakan dengan kendaraan, truk lagi. Jujur aja, kalau mau disamakan dengan kendaraan, gue nggak mau jadi truk. Truk itu kotor, kumuh, penuh kuman, dan hal tidak higienis lainnya. Gue lebih milih jadi Lamborghini Gallardo. Keren, mahal, disukai semua orang, dan yang paling penting, nggak gandengan.

Si mbaknya kayaknya jomblo.

Lo jomblo? Pasti hidup lo ngenes ya?

Ini adalah pendapat subjektif yang sangat bodoh menurut gue. Kenapa? Gue jomblo, dan hidup gue biasa aja, nggak ngenes kok. Tapi, dengan mendengar hal semacam ini keluar dari mulut seseorang, gue yakin si orang yang ngomong ini ketika jomblo pasti ngenes banget. Buktinya dia berpendapat teguh kalau yang jomblo pasti ngenes, otaknya pasti rusak pas dia jomblo. Sungguh mengenaskan.

So, sebagai jomblo, gue rasa hinaan semacam di atas itu cuman cobaan. Cobaan untuk apa? Untuk bertahan menjadi jomblo. Inget, hal baik pasti banyak rintangannya, salah satunya ketika beristiqamah menjadi jomblo dan banyak yang menghina. Saran gue, nggak usah marah kalau ada orang yang menghina jomblo, cukup screenshot hinaan mereka dan kasih ke mereka pas mereka jomblo.

Minggu, 09 Februari 2014

Pulang Itu ke Rumah

Setiap orang pasti mengalami proses dalam hidupnya. Entah proses apapun itu. Dan sekarang, gue sedang berada dalam proses "Tinggal Jauh dari Rumah", itu artinya gue nggak tinggal sama orang tua gue. Ini proses yang cukup sulit (menurut gue).

Ketika kita udah terbiasa sama kehidupan di rumah, kalau makan tinggal teriak "Mah lapeeeeer", sekarang kalau gue laper, gue harus nyari makan sendiri. Gue jadi belajar mandiri.

Semua itu berubah, ditambah sekarang gue kerja, gue nyari duit sendiri. Minta jajan sama orang tua jadi sedikit rancu sekarang. Seakan-akan kalau gue minta jajan tuh nggak tau diri banget, masa udah gajian masih minta jajan? Hih. Gue jadi punya rasa malu tambahan, malu kalau minta jajan sama orang tua.

Homesick

Penyakit yang sering gue alami sekarang. Gue kangen banget sama rumah, gue kangen keluarga gue. Jarang ketemu jadi bikin gue sadar "Betapa berharganya mereka". Asli coy, lo bakalan tau betapa berharganya suatu hal, ketika lo kehilangannya.

Betapa jauh lo melangkah. Betapa indah tempat tujuan lo. Betapa nyaman tempat lo sekarang. Inget, "Pulang Itu ke Rumah". Rumah adalah tempat lo kembali.

Home Sweet Home

So, sekarang, ketika gue pulang ke rumah, gue lebih menghargai setiap detik yang gue nikmati bersama keluarga. Waktu bersama keluarga jadi lebih berkualitas. Karena kelak, pasti, kita bakal kehilangan hal itu. Dan ketika hal itu terjadi, gue nggak mau menyesal karena udah nyia-nyiain masa ketika gue masih bisa bercengkrama sama nyokap, bokap, kakak, dan adik gue, gue nggak mau. Gue yakin lo juga.

Sabtu, 08 Februari 2014

Kendala Jomblo #3

Ketika jomblo suka sama orang tapi nggak mau ngajak pacaran. Kondisi ini yang sering gue alami. Karena gue nggak mau pacaran, lagian, kalau pacaran itu ada putusnya, gue nggak mau putus sama orang yang gue suka. Tapi, hal ini malah jadi sebuah senjata makan tuan buat gue, walau kadang ada juga beberapa orang yang gue suka, balik suka sama gue, dan nggak masalah dengan tanpa hubungan pacaran. Tapi nyari yang kayak gitu tuh sulit, kayak mencari butiran debu dalam setoples gula pasir.

Hingga akhirnya, banyak yang bilang gue PHP. Orang-orang yang nggak mau pacaran jadi rentan disebut PHP. Sebuah hal yang kurang wajar menurut gue. Lantas kalau nggak mau disebut PHP gue harus pacaran? Gitu? Gue lebih pilih disebut PHP aja.

Gue PHP! Puas lo?!

Seperti yang pernah gue bahas di postingan gue sebelumnya Pemberi Harapan Palsu, gue rasa yang namanya PHP itu cuman alibi yang dilontarkan orang yang kegeeran kronis aja.

"Dia PDKT-in gue tapi nggak nembak-nembak, dia PHP!"

Pertama, emang yakin dia lagi nge-PDKT-in lo? Kedua, emang kalau PDKT nantinya harus nembak? Kalau doi nggak mau pacaran, dan milih PDKT-in lo tanpa niat ngajak pacaran emang kenapa? Itu kejahatan?

Lagian nih, 8 dari 9 orang (mungkin) bilang, "Masa terindah adalah masa PDKT". Emanglah. Makanya, kenapa nggak PDKT aja, nggak usah pacaran? Kan biar indah terus, gitu.

Dan yang paling gondok adalah, ketika kita dianggap PHP, lalu, orang yang bilang kita PHP ninggalin kita dan... Jadian sama yang lain... Jadi, yang jahat itu siapa? Sebuah misteri.

So, jomblo itu sulit. Ketika menggorganisir hati, biar nggak disebut PHP tapi tetep bisa merealisasikan perasaan. Jomblo itu khusus profesional.

Sabtu, 01 Februari 2014

Kendala Jomblo #2

Gue jomblo. Berprinsip jomblo. Nggak mau pacaran. Tapi, gue tetep suka sama lawan jenis. Jelas aja, karena gue masih normal. Gue punya hati yang masih beroperasi. Makanya, gue pasti akan mengalami fase hati yang gundah, atau biasa disebut galau.

Aku galau, kakak.

Menurut gue, galau adalah penentu normal nggaknya manusia. Coba kalau manusia nggak pernah galau, gue yakin itu orang gila. Sekuat apapun manusia, selapang apapun dada mereka, pasti pernah mengalami galau, pasti.

Galau itu kenapa sih? Secara logika (menurut gue), galau itu kayak ketidakpuasan hati karena banyak kendala. Misal suka sama orang, tapi orang yang disuka nggak ngerespon (bertepuk sebelah tangan). Hal-hal kayak gitu tuh yang biasanya jadi sumber galau.

Galau itu negatif?

Menurut gue sih nggak. Asal, kita bisa ngendaliinnya. Galau itu hampir kayak pisau, kalau kita bisa pakenya pasti berguna, kalau nggak, kita bakal menyakiti diri sendiri.

Gimana caranya ngendaliin galau?

Hati itu antilogika. Tapi, pada dasarnya, hatipun merespon apa yang otak kita fikirkan (sugesti). Misal kayak permasalahan di atas, bertepuk sebelah tangan. Pasti sakit banget kan? Tapi kalau menurut kita itu nggak sakit, itu biasa aja, pasti hati bakal normal aja, kebal. Biasa disebut hati batu kali ya?

Heart Bender

Gue sering banget galau kalau lagi bertepuk sebelah tangan. Paling lama 1x24 jam. Kok bisa? Gini aja deh, galau itu wajar, jadi guepun pasti galau. Yang gue maksimalkan adalah "berapa lama galaunya". Gue nggak mau terpuruk dalam jurang ketergalauan *eaaa. Buat apa coba? Buang-buang waktu, energi, juga kesempatan.

Gue punya tips supaya jadi heart bender. Apaan tuh? Obat penenang hati yang selalu gue pakai, juga beberapa temen gue yang gue kasih tau. Mereka aplikasiin di hati mereka, dan lumayan manjur.

Sugesti "yauda" 

Gimana cara aplikasiinnya?

Misal lo bertepuk sebelah tangan, bilang ke hati lo:

Gue bertepuk sebelah tangan, yauda.

Buat mempermantep, coba sekarang tanya hati lo:

Emang penting ya digalauin?

Kalau hati lo jawab "penting", maka lo harus buka memori lo, buka tentang prioritas lo. Misal gue lebih memprioritaskan orang tua daripada orang lain, gue tanya deh si hati:

Pentingan mana sama ngebahagiain orang tua?

Kalau hati lo masih normal, gue yakin hati lo sedikit banyak bakal sembuh. Intinya, ketika galau, baca ini:

Buat apa sih ngagalauin hal yang nggak penting buat digalauin?

So, jadilah seorang heart bender. Jangan mau diperalat hati yang rusak. Galau itu wajar, asal jangan terlarut dalam kegalauan. Having fun with your heart!