Minggu, 26 Mei 2013

Pacaranholic, Mitos apa Kenyataan?

Pacaranholic pernah gue bahas sedikit di postingan sebelumnya di link . Kali ini gue bakal perjelas lagi apa arti tersirat dari kata sapaan buatan gue ini.

Sebenernya pacaranholic itu mirip kayak pengguna narkoba *mungkin*. Cuman narkobanya dalam bentuk 'pacar'. Jadi, ada sebuah gejala ketergantungan terhadap pacar di dalam pacaranholic tersebut. Aneh adalah kata yang tepat untuk mewakilinya.

Gue ibaratkan gue itu seorang pacaranholic ya!

#gue lagi jomblo
Ya Allah?! Kenapa gue jomblo ya Allah?! Tak adakah cobaan lain selain ini ya Allah?! Hamba tak sanggup! Hamba tak mampu menjalani hari seperti ini ya Allah! Berikanlah hamba pacar ya Allah, hamba mohon!

#gue udah punya pacar
*bikin tweet* gue lagi sama pacar tercinta nih, kita mau malam mingguan ke pasar malem~
*bikin status facebook* hari ini gue mau maen sama pacar gue yang tersayang~
*bio* love you forever 'nama_pacar' ♥~

Dan lain-lain-lain gitu deh.

Sebenernya sih sah-sah aja mau jadi pacaranholic atau nggak. Yang jadi masalah itu cuman satu. Mana toleransi terhadap jomblo? Ketika mereka *pacaranholic* jomblo dan mereka begitu merasa hina dina dan tak mau lama-lama menjomblo, apakah itu bukan hinaan terhadap orang-orang yang memang sengaja ingin jomblo? Seakan-akan kita yang jomblo itu gak berharga banget.

Lalu ketika mereka pacaran dan memposting segala daya upaya mereka berpacaran ke halayak umum, kita para jomblo juga bisa lihat. Gak ngertiin kita banget, mereka avatarnya berdua sama pacar, lah kita? Kan jomblo. Sungguh keji, iya keji.

Yang jelas gue cuman mau ngasih wejangan buat para pacaranholic. Biasa ajalah pacarannya, santai aja, ntar kalau jodoh pasti ada waktunya, gak perlu berlebihan gimana-gimana. Toh nanti akhirnya orang lain bakal menilai kalian dengan kurang bagus. So, be a normal person!
"Hargailah orang lain, maka orang lain akan menghargaimu", Mochammad Dieqy Dzulqaidar

Selasa, 09 April 2013

Jomblo, Sebuah Prinsip atau Nasib?

Banyak yang ngejudge kalau jomblo itu nasib. Dan kebanyakan orang yang gak punya pacar tapi merasa kalau itu bukan karena nasib, mereka akan menganggap diri mereka sebagai single. Ya walau secara harfiah jomblo dan single itu termasuk suatu homologi plus analogi alias sama aja atau ekivalen. Menurut gue sih mau itu jomblo mau itu single ya sama aja, gak punya pacar. Dan bisa dibilang kalau single itu adalah seorang jomblo yang gak tau diri, dan jomblo itu adalah seorang single yang tau diri.

Nah kalau bicara soal prinsip atau nasib dari jomblo itu sendiri, menurut gue sih semua hal itu termasuk nasib. Kenapa? Jawabannya simpel. Kalau nasib lo gak berprinsip jomblo maka lo pasti gak akan jomblo (kalau laku tapi ya). Jadi gak perlu banyak alesan ngaku-ngaku single bukan jomblo, prinsip bukan nasib, yang jelas semuanya itu sama, semuanya itu gak punya pacar.

Gue sendiri mengakui kalau gue jomblo karena emang nasib, tapi gue juga punya prinsip dibalik nasib gue. Ya gue beranggapan kalau pacaran itu gak ada gunanya dalam catetan: diusia gue sekarang (18 tahun) *mungkin*. Pertama ya karena menurut gue kalau pacaran itu udah pasti nantinya 'galau'. Seperti lagu dangdut mengatakan:

"Percuma saja berlayar, kalau kau takut gelombang. Percuma saja bercinta kalau kau takut sengsara"

*gue bukan dangdut mania sih, tapi lagu yang satu ini lumayan bijaksana ketika di denger hehe*

Maksud tersirat dari lagu ini mungkin seperti: kalau lo gak mau galau ya jangan pacaran *bisa jadi*. Tapi faktanya ini emang bener banget. Gimana caranya kita bisa galau kalau bahan buat digalauinnya aja gak ada? Logis kan?

Gue suka heran sama beberapa temen gue. Mereka itu bisa disebut pacaranholic. Pacaranholic? Itu kata sapaan buatan gue buat mereka yang suka pacaran, gak suka ngejomblo (jomblo sehari aja udah sakaratul maut), dan kadang suka ngebully yang jomblo gitu deh. Tapi bodohnya ketika mereka galau gara-gara pacarannya bermasalah mereka malah gak mau nerima hal itu, mereka gak mau galau! Kan itu bodoh sekali menurut gue! Kenapa bodoh? Lah itu udah jelas dia milih pacaran, kalau pacaran kan udah pasti nanti ada permasalahannya, dan kalau bermasalah ya udah pasti jadi galau! Itu kan resiko! Konsekuensi ketika berpacaran! Kalau gak mau galau ya jangan pacaran aja sekalian! (Kayak gue gini, jomblo.. Iya gue jomblo.. Jomblo.. Iya..)

Jadi kesimpulannya kalau mau pacaran ya harus tanggung resikonya, berupa galau. Kalau gak mau galau ya jangan pacaran, jomblo aja. Jangan pengen pacaran tapi gak mau galau, itu sih namanya serakah.

"Tanggung resiko dari apa yang memang telah kau pilih dan perbuat", Mochammad Dieqy Dzulqaidar

Minggu, 17 Februari 2013

Ketika ‘Angklung’ Menjadi ‘Tiket Masuk’

Inilah hal aneh yang terjadi di cerita hidup gue. Gimana caranya sebuah alat musik tradisional sunda yang namanya ‘angklung’ bisa jadi tiket masuk ke water park? Tapi bisa! Kejadian ini bener-bener mengejutkan soalnya gue bisa masuk water park secara gratis yang notabene nya harus bayar 75k rupiah dengan sebuah angklung. It’s awesome.

Awalnya sih gue cuman disms sama guru pas gue SMP namanya Bapak Maulana, dia bilang, “Mau ikut ke water park namanya *gue sensor ah* gak? Asalkan ada angklung tapi”. Awalnya gue gak percaya sama sms itu, “Apakah mungkin ini lelucon?” <<*agak rancu juga sih kata-kata disamping ini*. Gue langsung nanya maksud dari ikut ke water park tapi harus ada angklung itu apa? Dan dia cuman ngasih tau kalau bawa angklung nanti ke water parknya gratis dan cuman tampil ber-angklung sebentar disana, sisanya mau berenang sepuasnya ya boleh. Tentu saja gue tertarik!

Tapi ternyata hari-h nya itu hari Sabtu, kan gue sekolah?! Tapi gue gak mau melewatkan momentum luar biasa ini?! Gue lebih milih gak sekolah dengan alibi izin aja deh *gak tau izin apaan*.

Maen angklung yang benar

Ada satu hal yang ganjil dari “angklung tiket masuk water park” ini sebenernya. Acara ini tuh dihadiri sama sekolah-sekolah di bogor, mulai dari SD, SMP sampe SMA. Dan gue itu jadi peserta illegal yang gabung di SMP *kan yang ngajak gue guru SMP gue dulu*. Dan ternyata..

Sekolah gue juga ikut ! *kampret* ! Gue anak SMA yang gabung di SMP, gue sebenernya gak sendiri soalnya temen gue Agung juga ikut. Tiba-tiba gue lihat guru sekolah gue. Lalu kemudian kita kabur dan tak terlihat. Kita berdua udah kayak teroris buron dikejar densus gitu deh. Yang penting gak ketahuan guru sekolah gue !

Lambat laun akhirnya kita berdua tak terlihat sama guru sekolah kita, safe condition lah. Ada fakta menarik dari acara ini, ternyata acara ini tuh nyambung ke acara musik di stasiun tv *gue sensor namanya*. Jadi nanti siswa-siswi yang pada bawa angklung itu bareng-bareng maenin tuh mereka punya angklung dan masuk tv. Kalau gue sama si Agung sih, baru aja nyampe langsung nyimpen tuh kita bawa angklung terus buka baju dan nyebur ke kolam *so amazing steps*.

Kita berenang saat yang lain lagi ‘latihan’ buat mereka nanti masuk tv. Hingga akhirnya mereka pada mau masuk di tv, ternyata dewi fortuna sangat berpihak pada kita berdua. Hujan deras mengguyur siswa-siswa itu beserta angklungnya *so amazing rain*. Gue sama si Agung hanya bisa senyum mirip-mirip iblis gitu deh, “Untung kita baru dateng langsung buka baju”.

Ini menjadi liburan tersendiri buat gue. Berenang gratis. Lari dari guru sekolah yang untungnya gak ketangkep juga. Melihat siswa-siswi ber-angklung yang keujanan. This is an awesome holiday ever!

Minggu, 03 Februari 2013

Kenapa Jomblo itu Kayak Aib?

Ini sebenernya bukan masalah gede sih, tapi apa salahnya gue gede-gedein? Judulnya aja udah 'Jomblo'. Jomblo itu apa sih? Semacam spesies hewan atau apa? Apa penyakit menular?

Jomblo itu manusia yang nggak punya pacar. Gue juga bingung kenapa disebut jomblo? Kenapa nggak manusia tak bertulang rusuk atau apalah yang lebih kece? Pencetus kata jomblo itu sendiri gue nggak tau sama sekali, sungguh misterius asal muasal kata 'Jomblo'.

Nah, sekarang masalahnya, kenapa jomblo itu kayak aib? Emang aib itu apa? Aib itu bukannya hal yang begitu nggak diinginkan oleh seseorang? Lah, jomblo berarti sangat tidak diinginkan sama orang-orang dong? Kenapa ya? Apa salahnya nggak pacaran? Difikir-fikir postingan ini kepo juga, banyak tanda tanyanya.

Kenapa? Kenapa aib?

Sebuah studi asal-asalan mengemukakan, sebagian orang ada yang memilih jomblo, karena mereka beranggapan bahwa jomblo lebih baik daripada pacaran. Mungkin orang-orang itu berfikiran bahwa pacaran itu dosa atau apalah gue juga nggak tau banyak, yang jelas gue jomblo gara-gara hal itu

Yang sering dirasakan oleh jomblo adalah per-bully-an yang kerap kali dilontarkan oleh teman, sahabat, bahkan keluarga. "Nggak laku", "Nggak suka lawan jenis, "Nggak punya nafsu", dan lain-lain sebagainya.

Gue cuman pengen menegaskan bahwa jomblo itu bukan aib kok. Bukan hal hina yang begitu nggak diinginkan. Setiap orang kan punya prinsipnya masing-masing, apa salahnya kita menghargai sesama? Disinilah diperlukan toleransi. Jomblo dihargai, jomblo juga pasti menghargai.

So, stop per-bulyy-an jomblo, saling menghargai!

Jumat, 17 Agustus 2012

Ibuku adalah Cahayaku

Seseorang yang rela bertarung dengan kematian untuk melahirkan kita, yang mau merawat kita dari kecil hingga tak ada akhirnya, yang bisa melakukan apapun demi kita, seseorang yang tak mungkin bisa digantikan, yang tak pernah bisa kita balas semua jasa dan kasih sayangnya, ialah ibu. 3 huruf itu adalah sebutan untuk dia yang menjadi orang tua kita semua, orang tua berkelamin wanita, wanita luar biasa yang terbaik sepanjang masa.

Bayangkan jika ibu enggan untuk melahirkan kita? Jika ia merasa melahirkan kita adalah hal bodoh yang tak akan ia lakukan? Karena memang benar adanya disaat ia melahirkan kita maka hidupnya lah yang akan ia pertaruhkan. Tapi tidak, ia tidak seperti itu. Ia melakukannya! Ia melahirkan kita! Walau resiko itu begitu terngiang di benaknya, namun melahirkan kita begitu penting dan harus baginya.

Begitu banyak darah yang ia keluarkan, rasa sakit yang tak mungkin terbayangkan, beban perut yang menyimpan kita selama 9 bulan tak pernah ia keluhkan pada kita disaat kita telah merangkak ke alam dunia. Ia bahkan tersenyum bahagia.

Dari saat kita kecil mungil tak berdaya, hanya ia yang mengerti kita disaat bahasa yang kita mengerti hanyalah menangis. Di malam hari ia akan terbangun dan menghapus tangisan kita, di pagi hari, di siang hari, di sore hari, kapan pun jika kita menangis maka ia kan menghapusnya. Ia memberikan asinya, air susu berharga yang mungkin jika dijual akan sangat mahal. Ia memberikannya dengan gratis tanpa bayar.

Lalu apa yang telah kita berikan padanya? Apa yang kita balas atas semua kebaikannya itu? Bisakah kita memberikan semua yang telah ia berikan? Memberikan darah kita layaknya ia mengalirkan darahnya demi kelahiran kita? Mampu terbangun disaat malam demi menghapus tangisan? Atau memberikan asi untuk mengembalikan asi nya yang telah kita minum? Semua itu terdengar tak mungkin. Tapi walau hal-hal itu tak mungkin lalu apa balasan kita padanya?

“Nak, tolong belikan terigu di warung”
“Ahh.. malas bu! Si kaka atau si ade aja yang belinya!”

Apa ia akan marah dan menangis? Ia tersenyum dan menganggap hal itu tak pernah ia dengar.

APAKAH SETIMPAL? APA YANG IA BERIKAN DENGAN APA YANG KITA BALAS?

Peluk ibu dan minta maaflah padanya kini! Sebelum apa yang tak kita semua inginkan terjadi. Wallahu a’lam ajal adalah hal misteri dari-Nya.

Rabu, 18 Juli 2012

Temen itu Segalanya (Kalau Nggak Ada Pacar)

Friend is everything, friendship is more important than anything. Ya, itulah yang biasanya suka digembar-gembor sama orang yang baru beres putus sama pacarnya, terus move on-nya suka gara-gara dibantu sama temennya. Sebenernya itu bagus banget menurut gue, tapi gak sampe everything atau more than anything gitu juga sih, berlebihan banget.

Indahnya.

Tapi disisi lain, kadang sering banget terjadi pemanipulasian ucapan dimulut para pemunafik cinta. Jujur aja, gue sering banget ngerasa kalau ada beberapa temen gue yang kelakuannya kayak gini:

“Waktu doi putus sama pacarnya dan otomatis doi galau, doi deket banget sama gue dan selalu curhat sama gue. Dan setelah doi mendapatkan pacar baru (galau is over for him), doi lupain gue”. Yang punya temen kayak gini angkat tangan!

Disini sebenernya susah buat nyari siapa yang salah dan siapa yang bener. Soalnya ini persoalan yang rumit. Dikala doi galau, nggak mungkin kan doi curhat sama yang doi galauin? Ya pasti sama temennya. Disaat doi jadian, nggak mungkin kan doi pacaran sama temennya? Ya pasti sama pacar barunya lah. 

Dan hal ini biasanya mempunyai poros yang sama, yakni putus-galau-move on (bareng temen)-jadian sama yang baru (lupa sama temen)-putus- dan terus kembali terulang.

Temen yang jadi benda buat ajang move on kayak gue cuman bisa pasrah aja, lagian dia temen gue, dan gue juga punya prinsip friend is everything, cuman bedanya, gue nggak jadian-jadian. Jadi nggak akan lupa sama temen. Insya Allah.

Gue punya satu pesen buat mereka yang melakukan hal terkutuk di atas.

“Ingat siapa yang berada disampingmu disaat sedih, jangan lupakan mereka disaat senang”

So, jangan jadi kacang lupa kulit atau burung lupa daratan, apalagi makan di warteg lupa bayar. Sayangi teman lo, mereka adalah orang yang berada di belakang lo ketika lo butuh maupun nggak butuh.

Sabtu, 14 April 2012

Mending Disebut Banci atau Idiot?

Ini pengalaman pribadi gue pas pelajaran pendidikan jasmani dan rohani (olah raga) kelas 11 SMA. Jadi ceritanya tuh gini, sebelum masuk ke materi olah raga, guru olah raga nyuruh kita pemanasan, tapi menurut gue sih lebih ke panas-panasan, soalnya pemanasannya di tengah lapangan yang terkena sinar UV secara langsung dan itu panas banget.

Tu dua tu dua.

Awalnya gue ikut panas-panasan sama yang lainnya, karena emang di suruh pemanasannya di tengah lapangan. Tapi itu nggak lama. Gue langsung pindah ke tempat teduh gara-gara gue mengetahui satu fakta bahwa, kita disuruh pemanasan sambil panas-panasan sama guru olah raga, tapi guru olah raganya malah diem di tempat teduh. Emang kampretty banget ini guru, menganiaya siswa secara tidak langsung.

Melihat kejeniusan gue yang nggak takut dimarahin sama guru soalnya gue punya alibi kalau dimarahin bakal jawab, "Bapak aja di tempat teduh, ngapain saya panas-panasan?" Beberapa ada yang ngikutin gue ke tempat teduh, dan ada juga yang malah ngeledek gue sama yang ngikutin gue banci.

Gue yang merasa dihina mulai mengeluarkan alibi lain, gue bilang, "Mending gue banci daripada lo pada idiot mau aja disuruh panas-panasan padahal yang nyuruhnya aja di tempat teduh". *Kemudian hening*